Tuesday, 16 December 2014

Bagimana cara memelihara kuantitas air dalam pemeliharaan udang ?

Kuantitas air Selama kegiatan pemeliharaan udang, kuantitas (volume) air harus selalu dipertahankan sesuai dengan volume yang ditetapkan. Pengaruh dari menyusutnya volume air tambak memang tidak terlalu vital, namun cukup berbahaya apabila tidak segera diatasi. Dampak dari penurunan volume air tambak adalah:
  1.  Suhu air akan berfluktuasi tinggi. Hal ini disebabkan pada volume air yang sedikit air akan cepat panas, dan akan cepat juga melepas panas.
  2. Konsentrasi salinitas air cenderung lebih tinggi, karena penguapan air yang tinggi menyebabkan partikel-partikel garam yang mengendap semakin banyak. Sebagai contoh adalah tambak garam yang airnya sengaja dikeringkan untuk dipanen garamnya.
  3. Untuk tambak semi intensif dan intensif, kondisi volume air yang kurang menyebabkan kekeruhan air meningkat, karena penggunaan kincir angin akan mengaduk dasar tambak sehingga lumpur akan terangkat.
Penggantian air media pembesaran yang dilakukan secara terprogram, akan dapat menjamin kondisi kualitas air yang optimal seperti DO, pH, alkalinitas, dan gas-gas beracun lainnya. Pada kondisi kualitas air yang kritis (menurun), maka harus dilakukan penggantian air baru yang steril dengan volume air yang lebih banyak (penggantian air baru yang steril bisa mencapai 30%), sehingga dengan kondisi seperti ini harus ada/tersedia sejumlah air yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitas. Dengan demikian, apabila petakan tambak yang anda kelola menggunakan sistem air tandon (petak karantina), maka air di petak tandon harus selalu tersedia cukup untuk menggantikan air yang dibuang. Untuk mensterilkan air bisa diaplikasi kaporit dengn dosis 5 – 10 ppm.

Tujuan penambahan volume air pada petakan tambak adalah untuk:
- Menambah air yang hilang akibat rembesan dan penguapan (evaporasi)
- Mengencerkan plankton apabila kondisi plankton di kolam dalam keadaan blooming.
- Memperbaiki kondisi parameter kualitas air, khususnya bahan-bahan organik yang terlalu pekat dan zat-zat beracun

Kualitas Air Media Budidaya
Kualitas air tambak yang baik, sudah tentu akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang secara optimal. Oleh karena itu kualitas air tambak harus selalu diperiksa dari segi kelayakannya, dan apabila terlihat kecenderungan penurunan kualitas airnya, maka kita harus melakukan langkah-langkah pengelolaan sesuai dengan faktor kualitas air yang mengalami penurunan kualitas tersebut.
Mengapa faktor kualitas air sangat berpengaruh dalam pembesaran krustasea?
  1. Krustasea merupakan biota air yang sangat peka (kurang dapat beradaptasi) terhadap sebagian besar faktor-faktor kualitas air, terutama terhadap bahan-bahan beracun. Bandingkan dengan ikan. Sebagai contoh banyak jenis ikan yang tahan terhadap bahan-bahan beracun seperti ikan bandeng (Chanos chanos).
  2. Kondisi kualitas air yang buruk dapat memicu berkembangnya penyakit. Mungkin kalian masih ingat teori hubungan antara inang, fathogen, dan kualitas air, yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit di perairan, dalam hal ini penyakit di tambak.
  3. Faktor kualitas air juga berpengaruh terhadap kesuburan perairan akibatnya kelimpahan plankton. Dengan demikian berarti pakan alami yang diharapkan tidak akan tersedia dengan jumlah yang cukup. Salah satu contoh faktor yang berpengaruh terhadap kesuburan perairan tersebut adalah pH. Apabila pH perairan rendah maka nutrien yang ada di perairan tidak akan direspon dengan baik oleh plankton untuk kebutuhan fotosintesis, sehingga plankton tidak akan berkembang.

Sebutkan lokasi-lokasi perairan payau apa saja?

Berikut ini lokasi-lokasi perairan payau.
a) Perairan payau di muara sungai dan pantai
Sungai yang membawa air tawar dari daratan akan bermuara di pantai, sehingga air tersebut bercampur dengan air laut membentuk air payau. Akibatnya perairan di sekitar muara sungai bersifat payau. Berbeda dengan air tawar dan air laut, air payau memiliki salinitas dengan kisaran yang sangat lebar, yakni berkisar antara 6-29 ppt. Perairan payau memiliki salinitas yang berfluktuasi dan dengan kisaran yang sangat lebar. Kondisi demikian membentuk komunitas biota (darat dan air) yang khas. Kadar salinitas air payau di muara sungai dan pantai dekat muara sungai dipengaruhi oleh beberapa fakor antara lain: musim, kisaran pasang surut air laut, topografi pantai, dan sifat sungai. Pada pada musim penghujan, volume dan debit air sungai yang bersifat tawar meningkat, sehingga perairan di sekitar muara sungai dan patai dekat muara sungai menjadi bersifat payau yang cenderung tawar (salinitas 0-10 ppt). Sebaliknya, pada saat musim kemarau ketika volume dan debit air sungai kurang, maka perairan di sekitar muara sungai dan pantai dekat muara sungai menjadi bersifat payau yang cenderung asin (salinitas berkisar antara 25-35 ppt).

 
Kondisi pasang yang tinggi (spring tide) yang terjadi pada awal bulan komariah (bulan arab) dan pertengahan bulan (bulan purnama) ketika kedudukan bulan dan matahari tegak lurus dengan bumi, menyebabkan air laut masuk ke muara sungai bahkan masuk lebih jauh. Hal ini akan menyebabkan kadar salinitas air payau tinggi mendekati asin. Tetapi pada pasang biasa (neap tide), salinitasnya tidak banyak berfluktuasi, karena air laut tidak besar pengaruhnya terhadap perairan payau di sekitarnya.

b) Perairan payau di rawa
Rawa payau adalah genangan air yang terbentuk akibat adanya legokan (cekungan) di belakang garis pantai yang digenangi air saat pasang air laut. Pada saat surut, air tersebut tetap tinggal dalam cekungan akibat tertahan oleh pantai. Elevasi pantai lebih tinggi dari dasar rawa payau akibat sedimentasi atau proses alamiah lainnya. Selain oleh pengaruh pasang surut air laut, penggenangan (inundasi) rawa payau bisa disebabkan oleh adanya saluran sempit yang menghubungkan rawa tersebut dengan laut. Berbed dengn perairan payau pada muara sengai dan pantai, perairan rawa payau, airnya bersifat stagnan. Salinitas perairan rawa payau dipengaruhi oleh kondisi perairan yang menjadi sumber air (muara, pantai, sungai) dan musim. Kondisi demikian membentuk komunitas yang khas, yakni komunitas rawa yang terbiasa dengan fluktuasi salinitas yang tinggi.

c) Perairan payau di paluh
Paluh adalah perairan laut yang menjorok jauh ke dalam daratan hingga membentuk (seperti) sungai. Adakalanya perairan tersebut bermuara kembali ke laut sehingga seperti mengelilingi sebuah pulau yang masuk ke daratan. Perairan paluh tidak berhubungan dengan sungai besar, sehingga tidak memiliki sumber air tawar yang besar. Namun demikian, perairan paluh umumnya berifat payau akibat besarnya pengaruh daratan (teresterial). Perairan ini bersifat payau yang cenderung asin. Perairan ini cenderung stagnan dan sirkulasi air terjadi akibat adanya tenaga pasang surut air laut.

Apa saja jenis hutan diIndonesia berdasarkan iklim dan sifat tanahnya?

Berdasarkan iklim 
Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim.

Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi. Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua. Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.

Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan hutan muson. Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua. Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili

Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia. Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
 
Berdasarkan sifat tanahnya 
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa. Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius). Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria. Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassiaspp), dan ramin (Gonystylus spp).